KEPRIBADIAN Islam adalah susunan antara cara berfikir Islami (aqliyyah Islamiyah) seseorang yang dipadu dengan sikap jiwa Islaminya (nafsiyyah Islamiyyah). Persoalannya, bagaimana membuat susunan itu dalam diri seseorang? Bagimana pula meningkatkan kualitas kepribadiannya? Apa sifat-sifat yang muncul?
Langkah Menyusun Kepribadian Islam
Untuk menyusun kepribadian Islam dalam diri seseorang, langkah pertama yang harus diintroduksikan dan ditanamkan pada diri seseorang adalah aqidah Islam. Sehingga seseorang sadar bahwa dirinya adalah seorang muslim. Bukan seorang Kristen, bukan Katolik, bukan Budha, bukan Yahudi, bukan Hindu, dan bukan Atheis. Pendeknya dia seorang muslim, bukan kafir. Ia bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut disembah (laa ma’buuda) kecuali Allah, lailahaillallah. Dia juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw. adalah rasul utusan Allah. Artinya tidak, ada satu bentuk cara penyembahan (ibadah) kepada Allah, dalam arti sempit maupun umum, kecuali cara yang telah diterangkan dan dicontohkan oleh Sayyidina Muhammad rasulullah saw.
Iman kepada dua kalimat syahadat itu disadarinya sebagai iman kepada seluruh persoalan yang harus diimani menurut ajaran Islam, baik iman kepada sifat-sifat Allah dan asmaul husnaNya, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada para Rasul utusan-Nya, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qodlo dan qodar-Nya, yang baik maupun yang buruk.
Iman kepada hari akhir dia fahami sebagai tempat pertanggungjawaban seluruh keimanan dengan segala konsekuensi dan konsistensi dalam kehidupan di dunia. Ia paham bahwa dunia adalah ladang menanam kebajikan untuk dituai buahnya di akhirat. Sebaliknya, orang yang lalai akan ceroboh dan berbuat yang justru membahayakan dirinya sendiri di akhirat nanti. Barang siapa menabur angin, akan menuai badai. Allah SWT memang menciptakan hidup dan mati ini untuk diuji siapa yang terbaik amalannya. Dia berfirman:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. Al Mulk 2).
Langkah kedua, adalah bertekad menjadikan aqidah Islam sebagai landasan (qoidah) dalam berfikir menilai segala sesuatu dan dijadikan landasan (qoidah) dalam bersikap dan berperilaku. Dengan tekad itu, telah seorang memiliki cara berfikir Islami (aqliyah Islamiyah) dan sikap jiwa Islami (nafsiyah Islami).
Dengan langkah kedua ini seorang muslim telah selesai dalam pembentukan kepribadian Islam (takwinus syakhshiyyah). Dia telah dikatakan telah memiliki kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyah) sekalipun baru tahap awal dalam berfikir secara Islami dan mengolah sikap jiwa secara Islami.
Seorang muslim sudah dikatakan sudah memiliki cara berfikir Islam walaupun belum bisa berbahasa Arab apalagi berijtihad seperti Imam As Syafi’I rahimahullah. Dia sudah dikatakan telah berfikir Islami walaupun baru tahu sholat lima waktu itu wajib, sholat berjama’ah di masjid itu lebih utama 25-27 kali daripada sholat di rumah, judi dan khomer serta undian itu adalah permainan syaithon yang harus dijauhi, menyuap maupun menerima suap itu hukumnya haram. Seorang yang berfikir Islami memang tidak disyaratkan mesti canggih dulu berfikirnya semacam Prof. Baiquni yang bisa menilai bahwa hukum Lavoisier tentang kekekalan massa (bahwa massa suatu benda tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan) adalah bertentangan dengan aqidah tauhid yang menyatakan bahwa semua yang ada di alam semesta, baik itu manusia, hewan, tumbuhan, air, batuan, mineral, energi, suhu, dan lain-lain adalah makhluk ciptaan Allah SWT.
Seorang muslim dikatakan telah memiliki sikap jiwa Islami apabila telah bertekad untuk mengubah sikap hidupnya secara total mengikuti Islam dan istiqomah. Ketika ada orang meminta nasihat kepada Rasulullah saw. yang dengan nasihat itu dia tidak bertanya lagi, beliau saw. menjawab:
قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
Katakanlah aku beriman kepada Allah, lalu bersikaplah istiqomah (HR. Muslim).
Asal orang sudah bertekad seperti itu, dia dikatakan telah memiliki sikap jiwa Islami (nafsiyah islamiyah) sekalipun belum banyak beribadah. Sekalipun dia baru melaksanakan sholat wajib dan sedikit sholat sunnah. Sekalipun dia baru belajar sholat tahajjud. Sekalipun dia baru belajar membaca Al Fatihah dan Qulhu. Sikap jiwa dan istiqomah untuk selalu mengendalikan perilaku dengan ajaran Islamlah yang membuat seorang memiliki sikap jiwa Islami. Rasulullah saw. bersabda:
لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
Tiada beriman salah seorang di antara kamu sehingga mempersiapkan hawa nafsunya mengikuti ajaran Islam yang kubawa (HR. An Nawawi).
Meningkatkan kualitas kepribadian Islam
Namun untuk mencapai kesempurnaan hidup, agar menjadi manusia yang lulus terbaik dalam ujian Allah SWT dalam kehidupan di dunia, seorang muslim tidak boleh hanya berhenti di tekad atau status telah memiliki kepribadian Islam. Tapi dia harus memiliki tekad untuk menyempurnakan dirinya menjadi mukmin yang muttaqin.
Oleh karena itu, langkah ketiga, seorang muslim itu membina cara berfikir Islaminya dengan meningkatkan pengetahuannya tentang ilmu-ilmu Islam, baik aqidah Islamiyah itu sendiri, Al Qur’an, As Sunnah, Tafsir ayat-ayat Al Qur’an, Fiqh, hadits, siroh, bahasa Arab dan lain-lain yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas cara berfikirnya yang senantiasa menghubungkan segala sesuatu yang difikirkannya dengan informasi Islam.
Seorang muslim perlu menambah keyakinannya dengan tambahan pengetahuan tentang aqidah Islam dari Al Qur’an maupun As Sunnah. Dia akan menemukan Allah SWT menyatakan bahwa agama islamlah yang diridloi oleh Allah dan mencari agama selain Alloh adalah kerugian yang besar. Dia SWT berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya (QS. Ali Imran 19).
Juga firman-Nya:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS. Ali Imran 85).
Dengan keyakinan ini dia akan menjaga keislamannya sampai akhir hayatnya sebagaimana tuntunan Allah dalam firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (QS. Ali Imran 102).
Untuk bisa sebenar-benarnya taqwa dan beristiqomah sampai akhir hayat, maka sikap totalitas dalam hidup secara Islam harus dicanangkan. Sebagaimana firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS. Al Baqoroh 208).
Dia sadar harus menerima dan memahami petunjuk Allah yang berkaitan dengan sikap dan perilakunya secara total, tidak pilih-pilih. Sebab pilih-pilih akan membuat fatal, tersesat dari jalan Allah, dan berujung kepada kehinaan dan kesengsaraan. Dari semangatnya membolak-balik lembaran Al Qur’an seorang muslim akan menemukan firman-Nya:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat (QS. Al Baqoroh 85).
Khotimah
Tentu saja seorang muslim tidak ingin hidup hina di dunia dan sengsara di akhirat. Semboyan seorang muslim tentunya adalah hidup mulia dan mati syahid. Oleh karena itu, dia akan berjuang sekuat tenaga untuk menjadi manusia yang mulia dengan ilmu Allah SWT dan dengan ketaqwaan yang dihiaskan dalam dirinya. Secara serius dia belajar bahasa Arab bukan untuk menjadi TKI/TKW di Arab Saudi, tetapi semata-mata untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah supaya bisa melaksanakan ketaatan lebih sempurna. Dengan itu kepribadiannya akan sempurna. Wallahu a’lam bis showab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar