Save Palestine Pictures, Images and Photos

Selasa, 28 Desember 2010

Membentuk Kepribadian Islam

KEPRIBADIAN Islam adalah su­sunan antara cara berfikir Islami (aq­liyyah Islamiyah) seseorang yang dipadu dengan sikap jiwa Isla­minya (nafsiyyah Islamiyyah). Persoalannya, bagaimana mem­buat susunan itu dalam diri se­seorang? Bagimana pula me­ningkatkan kualitas kepribadian­nya? Apa sifat-sifat yang mun­cul?
Langkah Menyusun Ke­pribadian Islam

Untuk menyusun kepriba­dian Islam dalam diri seseorang, langkah pertama yang harus diintroduksikan dan ditanamkan pada diri seseorang adalah aqi­dah Islam. Sehingga seseorang sadar bahwa dirinya adalah seorang muslim. Bukan seorang Kristen, bukan Katolik, bukan Budha, bukan Yahudi, bukan Hindu, dan bukan Athe­is. Pendeknya dia seorang mus­lim, bukan kafir. Ia bersaksi bah­wa tiada Tuhan yang patut di­sembah (laa ma’buuda) kecuali Allah, lailahaillallah. Dia juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw. adalah rasul utusan Allah. Artinya tidak, ada satu bentuk cara penyembahan (ibadah) ke­pada Allah, dalam arti sempit maupun umum, kecuali cara yang telah diterangkan dan di­contohkan oleh Sayyidina Mu­hammad rasulullah saw.

Iman kepada dua kalimat syahadat itu disadarinya sebagai iman kepada seluruh persoalan yang harus diimani menurut ajaran Islam, baik iman kepada sifat-sifat Allah dan asmaul hus­naNya, iman kepada para malai­kat-Nya, iman kepada kitab-ki­tab-Nya, iman kepada para Ra­sul utusan-Nya, iman kepada ha­ri kiamat, dan iman kepada qodlo dan qodar-Nya, yang baik mau­pun yang buruk.

Iman kepada hari akhir dia fahami sebagai tempat pertang­gungjawaban seluruh keimanan dengan segala konsekuensi dan konsistensi dalam kehidupan di dunia. Ia paham bahwa dunia adalah ladang menanam keba­jikan untuk dituai buahnya di akhirat. Sebaliknya, orang yang lalai akan ceroboh dan berbuat yang justru membahayakan diri­nya sendiri di akhirat nanti. Barang siapa menabur angin, akan menuai badai. Allah SWT memang menciptakan hidup dan mati ini untuk diuji siapa yang terbaik amalannya. Dia berfir­man:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. Al Mulk 2).

Langkah kedua, adalah bertekad menjadikan aqidah Is­lam sebagai landasan (qoidah) dalam berfikir menilai segala se­suatu dan dijadikan landasan (qoidah) dalam bersikap dan ber­perilaku. Dengan tekad itu, telah seorang memiliki cara berfikir Islami (aqliyah Islamiyah) dan si­kap jiwa Islami (nafsiyah Isla­mi).

Dengan langkah kedua ini seorang muslim telah selesai dalam pembentukan kepribadian Islam (takwinus syakhshiyyah). Dia telah dikatakan telah memiliki kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyah) sekalipun baru tahap awal dalam berfikir secara Islami dan mengolah sikap jiwa secara Islami.

Seorang muslim sudah di­katakan sudah memiliki cara ber­fikir Islam walaupun belum bisa berbahasa Arab apalagi berijti­had seperti Imam As Syafi’I rahi­mahullah. Dia sudah dikatakan telah berfikir Islami walaupun baru tahu sholat lima waktu itu wajib, sholat berjama’ah di mas­jid itu lebih utama 25-27 kali da­ripada sholat di rumah, judi dan khomer serta undian itu adalah permainan syaithon yang harus dijauhi, menyuap maupun mene­rima suap itu hukumnya haram. Seorang yang berfikir Islami memang tidak disyaratkan mesti canggih dulu berfikirnya sema­cam Prof. Baiquni yang bisa menilai bahwa hukum Lavoisier tentang kekekalan massa (bah­wa massa suatu benda tidak da­pat diciptakan dan tidak dapat di­musnahkan) adalah bertenta­ngan dengan aqidah tauhid yang menyatakan bahwa semua yang ada di alam semesta, baik itu manusia, hewan, tumbuhan, air, batuan, mineral, energi, suhu, dan lain-lain adalah makhluk cip­taan Allah SWT.

Seorang muslim dikatakan telah memiliki sikap jiwa Islami apabila telah bertekad untuk me­ngubah sikap hidupnya secara total mengikuti Islam dan isti­qomah. Ketika ada orang me­minta nasihat kepada Rasulullah saw. yang dengan nasihat itu dia tidak bertanya lagi, beliau saw. menjawab:

قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ

Katakanlah aku beriman kepada Allah, lalu bersikaplah istiqomah (HR. Muslim).

Asal orang sudah bertekad seperti itu, dia dikatakan telah memiliki sikap jiwa Islami (naf­siyah islamiyah) sekalipun belum banyak beribadah. Sekalipun dia baru melaksanakan sholat wajib dan sedikit sholat sunnah. Se­kalipun dia baru belajar sholat tahajjud. Sekalipun dia baru be­lajar membaca Al Fatihah dan Qulhu. Sikap jiwa dan istiqomah untuk selalu mengendalikan perilaku dengan ajaran Islamlah yang membuat seorang memiliki sikap jiwa Islami. Rasulullah saw. bersabda:

لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

Tiada beriman salah seorang di antara kamu sehingga memper­siapkan hawa nafsunya mengi­kuti ajaran Islam yang kubawa (HR. An Nawawi).

Meningkatkan kualitas kepribadian Islam

Namun untuk mencapai ke­sempurnaan hidup, agar men­jadi manusia yang lulus terbaik dalam ujian Allah SWT dalam kehidu­pan di dunia, seorang muslim ti­dak boleh hanya berhenti di te­kad atau status telah memiliki ke­pribadian Islam. Tapi dia harus memiliki tekad untuk menyem­purnakan dirinya menjadi muk­min yang muttaqin.

Oleh karena itu, langkah ketiga, seorang muslim itu mem­bina cara berfikir Islaminya de­ngan meningkatkan pengetahu­annya tentang ilmu-ilmu Islam, baik aqidah Islamiyah itu sendiri, Al Qur’an, As Sunnah, Tafsir ayat-ayat Al Qur’an, Fiqh, hadits, siroh, bahasa Arab dan lain-lain yang diperlukan untuk mening­katkan kualitas cara berfikirnya yang senantiasa menghubung­kan segala sesuatu yang difikir­kannya dengan informasi Islam.

Seorang muslim perlu me­nambah keyakinannya dengan tambahan pengetahuan tentang aqidah Islam dari Al Qur’an mau­pun As Sunnah. Dia akan mene­mukan Allah SWT menyatakan bahwa agama islamlah yang diridloi oleh Allah dan mencari agama selain Alloh adalah keru­gian yang besar. Dia SWT berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya (QS. Ali Imran 19).

Juga firman-Nya:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS. Ali Imran 85).

Dengan keyakinan ini dia akan menjaga keislamannya sampai akhir hayatnya sebagaimana tun­tunan Allah dalam firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebe­nar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (QS. Ali Imran 102).

Untuk bisa sebenar-benar­nya taqwa dan beristiqomah sampai akhir hayat, maka sikap totalitas dalam hidup secara Islam harus dicanangkan. Seba­gaimana firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan ja­nganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS. Al Baqoroh 208).

Dia sadar harus menerima dan memahami petunjuk Allah yang berkaitan dengan sikap dan perilakunya secara total, tidak pilih-pilih. Sebab pilih-pilih akan membuat fatal, tersesat dari jalan Allah, dan berujung kepada kehi­naan dan kesengsaraan. Dari se­mangatnya membolak-balik lem­baran Al Qur’an seorang muslim akan menemukan firman-Nya:

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ

Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian da­ripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pa­da hari kiamat mereka dikem­balikan kepada siksa yang sa­ngat berat (QS. Al Baqoroh 85).

Khotimah

Tentu saja seorang muslim tidak ingin hidup hina di dunia dan sengsara di akhirat. Sem­boyan seorang muslim tentunya adalah hidup mulia dan mati syahid. Oleh karena itu, dia akan berjuang sekuat tenaga untuk menjadi manusia yang mulia de­ngan ilmu Allah SWT dan de­ngan ketaqwaan yang dihiaskan dalam dirinya. Secara serius dia belajar bahasa Arab bukan untuk menjadi TKI/TKW di Arab Saudi, tetapi semata-mata untuk mema­hami Al Qur’an dan As Sunnah supaya bisa melaksanakan keta­atan lebih sempurna. Dengan itu kepribadiannya akan sempurna. Wallahu a’lam bis showab!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar